Sabtu, 21 Oktober 2017

Tugas2 AUDIT TEKNOLOGI SISTEM INFORMASI (COBIT)

PENJELASAN COBIT & CONTOH KASUS

Control Objectives for Information and related Technology (COBIT) adalah suatu panduan standar praktik manajemen teknologi informasi yang dimana menjadi sekumpulan dokumentasi best practices untuk IT governance yang dapat membantu auditor, manajemen dan user untuk menjembatani gap antara risiko bisnis, kebutuhan kontrol dan permasalahan-permasalahan teknis.
COBIT dikembangkan oleh IT Governance Institute, yang merupakan bagian dari Information Systems Audit and Control Association (ISACA). COBIT memberikan arahan ( guidelines ) yang berorientasi pada bisnis, dan karena itu business process owners dan manajer, termasuk juga auditor dan user, diharapkan dapat memanfaatkan guideline ini dengan sebaik-baiknya. COBIT merupakan standar yang dinilai paling lengkap dan menyeluruh sebagai framework IT audit karena dikembangkan secara berkelanjutan oleh lembaga swadaya profesional auditor yang tersebar di hampir seluruh negara. Dimana di setiap negara dibangun chapter yang dapat mengelola para profesional tersebut.

Suatu perencanaan Audit Sistem Informasi berbasis teknologi (audit TI) oleh Internal Auditor, dapat dimulai dengan menentukan area-area yang relevan dan berisiko paling tinggi, melalui analisa atas proses tersebut. Sementara untuk kebutuhan penugasan tertentu, misalnya audit atas proyek TI, dapat dimulai dengan memilih proses yang relevan dari proses-proses tersebut.
Lebih lanjut, auditor dapat menggunakan Audit Guidelines sebagai tambahan materi untuk merancang prosedur audit. Singkatnya, COBIT khususnya guidelines dapat dimodifikasi dengan mudah, sesuai dengan industri, kondisi TI di Perusahaan atau organisasi Anda, atau objek khusus di lingkungan TI. Selain dapat digunakan oleh Auditor, COBIT dapat juga digunakan oleh manajemen sebagai jembatan antara risiko-risiko TI dengan pengendalian yang dibutuhkan (IT risk management) dan juga referensi utama yang sangat membantu dalam penerapan IT Governance di perusahaan.

COBIT mendukung tata kelola TI dengan menyediakan kerangka kerja untuk mengatur keselarasan TI dengan bisnis. Selain itu, kerangka kerja juga memastikan bahwa TI memungkinkan bisnis, memaksimalkan keuntungan, resiko TI dikelola secara tepat, dan sumber daya TI digunakan secara bertanggung jawab.


Dalam COBIT memiliki kerangka sebagai arahan atau pedoman saat penerapannya, kerangka yang diterapkan sebagai berikut:
a.       Control Objectives
Dalam kerangka ini terdiri atas 4 tujuan pengendalian tingkat-tinggi (high-level control objectives) yang terbagi dalam 4 domain, yaitu : Planning & Organization , Acquisition & Implementation , Delivery & Support , dan Monitoring & Evaluation. Dimana setiap domain tersebut merupakan cara kerja yang paling digunakan atau membantu dalam suatu perusahaan.

b.      Audit Guidelines
Kerangka ini berisi saran perbaikan atau managament assurance untuk membantu para auditor, saran ini berupa 318 tujuan tujuan pengendalian yang bersifat rinci (detailed control objectives).

c.         Management Guidelines
Berisi arahan, baik secara umum maupun spesifik, mengenai apa saja yang mesti dilakukan, terutama agar dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut :


  • Sejauh mana TI harus bergerak atau digunakan, dan apakah biaya TI yang dikeluarkan sesuai dengan manfaat yang dihasilkannya.
  • Apa saja indikator untuk suatu kinerja yang bagus.
  • Apa saja faktor atau kondisi yang harus diciptakan agar dapat mencapai sukses ( critical success factors ).
  • Apa saja risiko-risiko yang timbul, apabila kita tidak mencapai sasaran yang ditentukan.
  • Bagaimana dengan perusahaan lainnya, apa yang mereka lakukan.
  • Bagaimana mengukur keberhasilan dan bagaimana pula membandingkannya


Frame Work COBIT

COBIT dikeluarkan oleh IT Governance Institute (ITGI). COBIT digunakan untuk menjalankan penentuan atas IT dan meningkatkan pengontrolan IT. COBIT juga berisi tujuan pengendalian, petunjuk audit, kinerja dan hasil metrik, faktor kesuksesan dan maturity model.
Resiko yang mungkin terjadi dalam penerapan COBIT
Resiko adalah segala hal yang mungkin berdampak pada kemampuan organisasi dalam mencapai tujuantujuannya. Framework manajemen resiko TI dengan menggunakan COBIT (lihat gambar) terdiri dari :


1.        Penetapan Objektif
Kriteria informasi dari COBIT dapat digunakan sebagai dasar dalam mendefinisikan objektif TI. Terdapat tujuh kriteria informasi dari COBIT yaitu : effectiveness, efficiency, confidentiality, integrity, availability, compliance, dan reliability.
a.       Effectiveness
Menitikberatkan pada sejauh mana efektifitas informasi dikelola dari data-data yang diproses oleh sistem informasi yang dibangun.
b.       Efficiency
Menitikberatkan pada sejauh mana efisiensi investasi terhadap informasi yang diproses oleh sistem.
c.       Confidentiality
Menitikberatkan pada pengelolaan kerahasiaan informasi secara hierarkis.
d.       Integrity
Menitikberatkan pada integritas data/informasi dalam sistem.
e.      Availability
Menitikberatkan pada ketersediaan data/informasi dalam sistem informasi.
f.         Compliance
Menitikberatkan pada kesesuaian data/informasi dalam sistem informasi.
g.         Reliability
Menitikberatkan pada kemampuan/ketangguhan sistem informasi dalam pengelolaan data/informasi.

2.       Identifikasi Resiko
Identifikasi resiko merupakan proses untuk mengetahui resiko. Sumber resiko bisa berasal dari :
  Manusia, proses dan teknologi
  Internal (dari dalam perusahaan) dan eksternal(dari luar perusahaan)
  Bencana (hazard), ketidakpastian (uncertainty) dan kesempatan (opportunity).
Dari ketiga sumber resiko tersebut dapat diketahui kejadian-kejadian yang dapat mengganggu perusahaan dalam mencapai objektifnya (lihat tabel event diatas).

3.       Penilaian Resiko
Proses untuk menilai seberapa sering resiko terjadi atau seberapa besar dampak dari resiko Dampak resiko terhadap bisnis (business impact) bisa berupa : dampak terhadap financial, menurunnya reputasi disebabkan sistem yang tidak aman, terhentinya operasi bisnis, kegagalan aset yang dapat dinilai (sistem dan data), dan penundaan proses pengambilan keputusan.
Sedangkan kecenderungan (likelihood) terjadinya resiko dapat disebabkan oleh sifat alami dari bisnis, struktur dan budaya organisasi, sifat alami dari sistem (tertutup atau terbuka, teknologi baru dan lama), dan kendali-kendali yang ada. Proses penilaian resiko bisa berupa resiko yang tidak dapat dipisahkan (inherent risks) dan sisa resiko (residual risks).

4.       Respon Resiko
Untuk melakukan respon terhadap resiko adalah dengan menerapkan kontrol objektif yang sesuai dalam melakukan manajemen resiko. Jika sisa resiko masih melebihi resiko yang dapat diterima (acceptable risks), maka diperlukan respon resiko tambahan. Proses-proses pada framework COBIT (dari 34 Control Objectives) yang sesuai untuk manajemen resiko adalah :
             PO1 (Define a Stretegic IT Plan) dan PO9 (Assess and Manage Risks)
             AI6 (Manages Change)
             DS5 (Ensure System and Security) dan DS11 (Manage Data)
             ME1 (Monitor and Evaluate IT Performance)

5.       Monitor Resiko
Setiap langkah dimonitor untuk menjamin bahwa resiko dan respon berjalan sepanjang waktu.
 
Terdapat 4 Domain pada COBIT:

a.       Planning & Organization.
Domain ini menitikberatkan pada proses perencanaan dan penyelarasan strategi TI   dengan strategi perusahaan, mencakup masalah strategi, taktik dan identifikasi tentang bagaimana TI dapat memberikan kontribusi maksimal terhadap pencapaian tujuan bisnis organisasi sehingga terbentuk sebuah organisasi yang baik dengan infrastruktur teknologi yang baik pula. 

b.        Acquisition & Implementation.
Domain ini berkaitan dengan implementasi solusi IT dan integrasinya dalam proses bisnis organisasi untuk mewujudkan strategi TI, juga meliputi perubahan dan maintenance yang dibutuhkan sistem yang sedang berjalan untuk memastikan daur hidup sistem tersebut tetap terjaga.

c.       Delivery & Support.
Domain ini mencakup proses pemenuhan layanan IT, keamanan sistem, kontinyuitas layanan, pelatihan dan pendidikan untuk pengguna, dan pemenuhan proses data yang sedang berjalan. 

d.      Monitoring and Evaluation.
Domain ini berfokus pada masalah kendali-kendali yang diterapkan dalam organisasi, pemeriksaan intern dan ekstern dan jaminan independent dari proses pemeriksaan yang dilakukan.

STUDI KASUS : Pentingnya Sistem Pemantauan (monitoring) dan Evaluasi (evaluation) Berbasis Hasil (outcomes) di Pemerintah Daerah (MONEV)
Ada beberapa alasan atau argumen tentang pentingnya Pemantauan dan Evaluasi (Pemantauan & Evaluasi) di pemerintah daerah. Alasan atau argumen itu antara lain : 

a.       P&E dapat menyediakan informasi penting tentang kinerja sektor publik,
b.      P&E dapat menyediakan gambaran tentang status proyek, program atau kebijakan,
c.       P&E dapat mempromosikan kredibilitas dan kepercayaan publik dari pelaporan hasil program,
d.      P&E dapat membantu memformulasikan dan menjustifikasi permintaan anggaran,
e.      P&E dapat mengidentifikasi potensi dari program yang menjanjikan,
f.        P&E dapat memfokuskan perhatian terhadap pencapaian hasil yang penting untuk organisasi dan stakeholder.
g.       P&E dapat menyediakan secara rutin informasi untuk status dan kinerja pelaksanaan program,
h.      P&E dapat membantu menginisiasikan pencapaian tujuan dan objektif,
i.         P&E dapat mendorong pengelola untuk mengidentifikasi dan mengambil tindak dalam memperbaiki kekurangan dan
j.        P&E dapat mendukung agenda pembangunan menuju kepada prinsp pelaksanaan akuntabilitas yang lebih baik.

Filosofi dasar yang membentuk pentingnya P&E dipemerintah daerah  adalah konsep mengukur dan menilai. Suatu kinerja pemerintah daerah yang tidak bisa diukur (teristimewa secara kuantitatif) akan memberikan banyak pertanyaan dan kurang menyakinkan. memang ukuran ukuran secara numerik bukan segalanya. Namun ketika kita mampu mendapatkan indikator dan data dari suatu tujuan yang abstrak maka kita akan mampu menilai dimana posisi kita saat ini dan bagaimana meningkatkan posisi dimasa depan.  Untuk pentingnya pengukuran dalam konteks P&E, maka dapat direnungkan kata kata bijak dibawah ini :
·         If you do not measure results, you can not tell success from failure,
·         If you can not see success, you can not reward it,
·         If you can not reward success, you are probably rewarding failure,
·         If you can not see success, you can not learn from it,
·         If you can not recognize failure, you can not correct it,
·         If you can demonstrate results, you can win public support.


1.       ME1 – Mengawasi dan mengevaluasi performansi TI.

Pemantauan berbasis hasil adalah proses berkelanjutan dalam mengumpulkan dan menganalisa informasi untuk membandingkan bagaimana kinerja proyek, program, atau kebijakan pada apa yang diharapkan/direncanakan. Pemantauan sebagai suatu proses tentunya memiliki beberapa tahapan yang harus dilalui.
Pemantauan suatu kegiatan / proyek / program yang dilakukan oleh pemerintah daerah / SKPD / Satker, dapat dilihat dari 5 tahapan yaitu : 1). Input, 2).activities , 3) output, 4) outcomes, 5) goals (impact). Input mencakup aspek dana, manusia dan sumber daya lainnya. Aktivitas menyangkut pelaksanaan proyek/program untuk menghasilkan keluaran. Output menyangkut keluaran proyek /program. Outcomes menyangkut dampak /efek antara pada pemanfaat (masyarakat atau stakeholders). Sedangkan impact (goals) menyangkut peningkatan kesejahtraan masyarakat (bersifat jangka panjang). Yang dimaksud dengan hasil adalah pada level 4 dan 5, yaitu pada level outcomes dan impact/goals.  sedangkan yang dimaksud dengan implementasi yaitu pada level 1, 2 dan 3 (input, aktivitas dan output).

Sebagai contoh, pertama : Pemantauan program /proyek tentang Oral Rehydration Therapy (ORT), maka jika diaplikasikan pada 5 tahapan itu maka perumusan terhadap tiap tahapan adalah 1). Input (Dana, persediaan ORT, pelatif, dll), 2).activities (kampanye melalui media untuk melatih / mendidik ibu dan tenaga kesehatan tentang ORT) , 3) output (meningkatnya pengetahuan dan akses ibu pada ORT), 4) outcomes (Meningkatnya ORT dalam upaya untuk mengatasi kasus Diare), 5) goals (impact) (tingkat kematian dan kesakitan anak menurun).

2.       ME2 – Mengevaluasi dan mengawasi kontrol internal
Baseline pada dasarnya mencerminkan posisi nyata saat ini. Mengetahui dimana posisi kita saat ini, yang dihubungkan dengan tujuan yang akan dicapai, akan sangat berguna untuk menentukan langkah selanjutnya dimasa depan. Hal ini sesuai dengan pepatah lama yang menyetakan “Jika Kita tidak tahu di mana kita berada, Kita akan mengalami kesulitan menentukan di mana Kita pergi”. Posisi ini memberikan gambaran tentang hal hal seperti ; Dimana posisi kesejahtraan masyarakat saat ini ? Dimana posisi kemiskinan saat ini ? dan indikator indikator sektor publik lainnya.
Untuk menentukan posisi saat ini maka diperlukan data dan informasi yang berkenaan dengan posisi / indikator yang akan diutarakan. Strategi  dalam mengumpulkan data dan melaporkan hasil temuan dapat menunjukkan bagaimana kinerja sektor publik. Secara defenisi, sebuah baseline kinerja adalah informasi (kuantitatif atau kualitatif) yang menyediakan data pada tahap awal  atau sebelum periode pemantauan. Di mana baseline ini digunakan untuk: 1). Mempelajari tentang tingkat terakhir/saat ini  dan pola kinerja pada indikator, dan 2) Sebagai pembanding untuk menaksir kinerja kebijakan, program dan proyek  selanjutnya.

Untuk membangun baseline kinerja yang valid dan reliabel, maka data yang digunakan untuk menunjukkan posisi itu, menjadi sesuatu yang sangat krusial. Sumber data yang valid dan reliabel menjadi salah satu syarat valid dan reliabelnya baseline kinerja yang akan dibuat. Pada dasarnya sumber data adalah siapa atau apa yang menyediakan data - bukan metode pengumpulan data. Misalanya Apa jenis sumber data yang terkait dengan  indikator kinerja dalam hal peningkatan keselamatan transportasi jalan raya?
Dalam membangun informasi baseline maka untuk setiap indikator kinerja dibutuhkan minimal berisi tentang informasi mengenai : sumber data, metode pengumpulan data, siapa yang melakukan pengumpulan data, frekuensi dalam pengumpulan data, biaya dalam pengumpulan data, tingkat kesulitan dalam pengumpulan data dan siapa yang menganalisis dan melaporkan data yang dikumpulkan.

Untuk sumber data, bisa berasal dari dua sumber utama yaitu : data primer, yaitu data yang dikumpulkan langsung oleh organisasi anda, misalnya, melalui pengumpulan data reguler, survei, observasi langsung, dan wawancara. Sedangkan data sekunder, adalah data yang telah dikumpulkan oleh orang lain, awalnya untuk tujuan lain. Contohnya termasuk data survei yang dikumpulkan oleh lembaga lain, Survei Demografi Kesehatan, atau data dari pasar keuangan. Data sekunder sering dapat menghemat uang dalam memperoleh data yang Anda butuhkan, tapi tetap hati-hati dalam penggunaannya.

Untuk metode pengumpulan, sangat bervariatif, mulai dari metode yang informal (kurang terstruktur) ke metode yang formal (sangat terstruktur). Metode-metode tersebut adalah (diurut dari yang paling informal/ kurang terstruktur sampai yang formal / terstruktur) : 1) diskusi dengan individu terkait, 2) interview dengan komunitas, 3) kunjungan lapangan, 4) data dari manajemen information system dan administrasi, 5) interview informan kunci, 6) observasi pelaku, 7) FGD pelaku kunci, 8) observasi langsung, 9) kuestionare, 10) survey cross section, 11) survey panel, 11) sensus, 12) eksperimen lapangan. Metode nomor 5 s/d 9 adalah metode yang relatif semi informal dan semi formal (berada di tengah dua bentuk metode pengumpulan data).

Beberapa karakteristik metode pengumpulan data: 1) klasifikasi review of program record (biaya : rendah, jumlah pelatihan yang dibutuhkan untuk pengumpul data: beberapa, waktu untuk mengkompilasi data : tergantung pada jumlah data yang dibutuhkan, tingkat respon : tinggi, jika catatan berisi data yang banyak). 2) klasifikasi self-administered questionare (biaya : moderate, jumlah pelatihan yang dibutuhkan untuk pengumpul data: tidak ada atau beberapa, waktu untuk mengkompilasi data : moderate, tingkat respon : tergantung pada bagaimana data didistribusikan). 3) klasifikasi interview (biaya : moderat sampai tinggi, jumlah pelatihan yang dibutuhkan untuk pengumpul data: moderat sampai tinggi, waktu untuk mengkompilasi data : moderate, tingkat respon :umumnya moderate sampai tinggi). 4) klasifikasi review of program record (biaya : tergantung pada ketersediaan dari pengamat yang berbiaya renah, jumlah pelatihan yang dibutuhkan untuk pengumpul data: moderate sampai tinggi, waktu untuk mengkompilasi data : pendek sampai moderat, tingkat respon : tinggi). Untuk disain metode pengumpulan data, maka hal hal yang penting dilakukan adalah 1). Menentukan bagaimana mendapatkan data yang dibutuhkan dari masing-masing sumber. 2) menyiapkan instrumen pengumpulan data. 3) mengembangkan prosedur untuk penggunaan instrumen pengumpulan data.

Aspek lain yang penting dalam membangun baseline data untuk suatu indikator adalah aspek kepraktisan. kepraktisan menyangkut apakah data yang terkait dengan indikator cukup praktis untuk dimanfaatkan? . Untuk itu, maka indikator yang dapat digunakan adalah apakah data untuk mengukur Kualitas saat ini tersedia?, apakah data dapat diperoleh secara teratur dan tepat waktu? dan  untuk pengumpulan data primer, apakah pengumpulan data, layak dan efektif dalam hal biaya (cost less)?.
Untuk mengembangkan baseline data dalam suatu wilayah kebijakan maka diperlukan keakuratan atas keterkaitan antara outcomes (hasil), indikator, dan baseline. Sebagai contoh : Outcomes dirumuskan : akses anak usia sekolah pada program PAUD meningkat. Kemudian dapat dibuatkan indikator : (1) % anak anak yang tinggal di perkotaan yang memenuhi syarat terdaftar di pendidikan pra-sekolah (untuk baseline :75% anak diperkotaan yang berumur 3-5 pada tahun 1999) . (2) % anak anak yang tinggal dipedesaan yang memenuhi syarat terdaftar di pendidikan pra-sekolah (untuk baseline : 40 % anak dipedesaan yang berumur 3-5 p-ada tahun 2000). Contoh lainnya adalah : outcomes dirumuskan : hasil pembelajaran pada anak anak sekolah dasar meningkat. Indikator : % penilaian pada siswa tingkat 6 sebesar 70% atau lebih pada ujian standart mata pelajaran matematika dan IPA. Sedangkan baseline : (a) 75 % pada tahun 2002 mendapatkan nilai 70 % atau lebih baik di bidang matematika, (b) 61 % pada tahun 2002 mendapat nilai 70 % atau lebih baik di matapelajaran IPA. Dari kedua contoh diatas, dapat disimpulkan bahwa baseline akan memudahkan pemerintah daerah atau SKPD dalam menentukan target yang akan dicapai.

3.       ME3 – Menjamin kesesuaian dengan kebutuhan eksternal.

Pada dasarnya, pemilihan target hasil diturunkan dari baseline. Jangan membuat target suatu indikator secara intuitif atau emosional sehingga menjadi tidak objektif atau rasional. Menurut defenisi, target adalah tingkatan pada indikator yang bisa dikuantifikasikan pada sebuah negara atau organisasi yang ingin dicapai pada suatu titik waktu tertentu. Sebagai contoh; ekspor pada sektor pertanian akan meningkat sebesar 20% dalam tiga tahun berikutnya di atas baseline.
Untuk mengidentifikasi Tingkat Hasil yang Diharapkan atau yang Diinginkan dari Proyek, Program atau Kebijakan, maka kita membutuhkan Pemilihan Target Kinerja. Secara prinsip,  rumus target kinerja adalah Target Kinerja (Tingkat kinerja yang diinginkan untuk dicapai dalam waktu tertentu) =  Tingkat Indikator Baseline + Tingkat Kenaikan yang diinginkan (Mengasumsikan input, aktivitas dan keluaran  pada tingkat terbatas dan diharapkan). Contoh Sasaran Terkait Pembangunan
1.  Tujuan:  Kesejahteraan Ekonomi
     Target Hasil: Menurunkan 20% proporsi orang yang hidup dalam kemiskinan ekstrem pada tahun 2012 terhadap baseline
2.  Tujuan:  Pembangunan Sosial
     Target Hasil: Meningkatkan sebesar 20% angka partisipasi Pendidikan Menengah di Prop Jawa Timur pada 2012 terhadap baseline
    Target Hasil: Menurunkan 20% kejadian tingkat hepatitis untuk bayi pada tahun 2012 terhadap baseline.
3.  Tujuan: Keberlanjutan Lingkungan
    Target Hasil: Mengimplementasikan strategi nasional untuk pengelolaan hutan lestari pada tahun 2012
Untuk mendapatkan target indikator kinerja yang baik, maka perencana haruslah mempertimbangkan  faktor-Faktor tertentu, ketika Memilih Target Indikator. Faktor faktor itu antara lain : 1). Pemahaman yang jelas tentang situasi pada baseline (c/: rata-rata 3 tahun terakhir, tahun lalu, tren rata-rata, dll). 2) Pendanaan dan tingkat sumber daya personil yang diharapkan selama periode sasaran. 3) Jumlah sumber daya dari  luar diharapkan untuk melengkapi sumber daya yang dimiliki oleh program. 4) Pertimbangan politik. dan 5).Kapasitas kelembagaan.
Disamping faktor-faktor tadi maka prinsip-prinsip dalam Pertimbangan dalam Menetapkan Sasaran Indikator adalah : 1) Agar lebih terarah maka sebaiknya, hanya satu target yang diinginkan untuk setiap indikator . 2) Jika indikator adalah indikator baru (sebelumnya tidak digunakan) berhati-hatilah  dalam setting target  yang tegas (gunakan kisaran). 3) Kebanyakan target tahunan yang ditetapkan, tetapi beberapa prakteknya bisa diatur triwulan-an; yang lain nya ditetapkan untuk periode yang lebih lama (tidak lebih dari 5 tahun). 4). Dibutuhkan waktu untuk mengamati efek dari perbaikan. 5). Target tidak harus dalam bentuk satu nilai numerik tunggal, bisa dalam bentuk kisaran. 6). Pertimbangkan kinerja sebelumnya. 7). Memanfaatkan informasi baseline . 8) Target harus layak, mempertimbangkan semua sumber daya (input) yang tersedia.
Namun kenyataan dilapangan, banyak perencana yang “bermain” untuk penetapan target. Bentuk “permainan” ini adalah ketika perencana: 1) Menetapkan target yang sederhana (mudah) sehingga mereka pasti akan dipenuhi. 2). menyesuaikan target  dengan kebutuhan untuk memenuhi kinerja yang ingin dicapai. 3). Memilih target yang  tidak sensitif secara politis. Konsekuensi dari hal ini adalah target menjadi mudah dan kebanyakan bisa tercapai, tanpa banyak mengeluarkan usaha, biaya dan waktu ekstra. Konsekuensinya adalah tercapainya kondisi kinerja yang “fatamorgana”. Artinya, jika dilihat dari pencapaian kinerja, tampaknya sangat bagus  karena 100% tercapai, namun karena ukuran target mudah dan sederhana maka outcomes (hasil) tidak bertumbuh atau berkembang dengan baik.  Hal ini juga menunjukkan adanya “capacity idle” dalam pencapaian kinerja hasil. Artinya : perencanaan yang dihasilkan akan menggunakan sumberdaya ekonomi yang tidak berkerja dalam skala penuh dan efisien. Contoh : baseline (75%  anak di perkotaan yang berumur  3-5  tahun pada tahun  1999) sedangkan target tahun 2006, perencana hanya menerapkan 80%  anak di perkotaan berumur 3-5  tahun pada tahun 2006). Atau baseline : 40% anak di pedesaan yang berumur 3-5 tahun pada tahun 2000, sedangkan targetnya hanya 45 % anak di perdesaan berumur 3-5 tahun pada  tahun  2006. Namun contoh ini tidak absolut, bisa saja kemampuan daerah hanya seperti itu, atau itulah yang maksimum bisa dicapai. Namun contoh yang diajukan, ingin menunjukkan salah satu bentuk penetapan pertumbuhan yang mudah (kecil).

4.       ME4 – Menyediakan IT Governance.
Untuk menjaga kelangsungan sistem P&E didalam organisasi maka diperlukan identifikasi komponen atau faktor faktor yang penting bagi kelangsungan sistem P&E. Komponen Penting dalam Sistem Pemantauan & Evaluasi yaitu 1) Permintaan (Struktur pelaporan yang jelas, Hasil dari sistem P&E tersedia bagi pemerintah, masyarakat sipil dan untuk donor , Terhubungkan dengan perencanaan dan penganggaran, Kesadaran pemerintah/pengelola program akan arti penting informasi ini dan Bentuk pertanggunggjawaban pemerintah kepada masyarakat.) 2) Pembagian tugas dan tanggung jawab yang jelas (Menetapkan jalur organisasi otoritas formal (yang jelas) untuk mengumpulkan, menganalisis, dan pelaporan informasi kinerja,Menerbitkan panduan yang jelas tentang siapa yang bertanggung jawab terhadap sistem komponen dan prosedur P&E , Membangun sebuah sistem yang terintegrasi antar unit dalam satu level maupun antar tingkatan pemerintah untuk pengumpulan data dan analisis dan Membangun sistem permintaan untuk hasil informasi pada setiap tingkat dimana informasi dikumpulkan dan dianalisa.) 3) .Informasi yang kredibel dan bermanfaat (Sistem harus mampu memproduksi hasil informasi yang memberikan informasi –baik atau buruk– dan potensi penjelasannya. Pembuat dan penghasil informasi harus dilindungi dari tindakan balasan politik. Informasi yang dihasilkan sistem P&E harus transparan dan tunduk pada verifikasi independen . Pengumpulan data dan prosedur analisis harus dapat divalidasi oleh kantor pemeriksa dan/atau lembaga legislatif. 4)  Akuntabilitas (Organisasi masyarakat sipil memainkan peran dengan mendorong transparansi informasi.Media, sektor swasta, dan parlemen semua memiliki peran untuk memastikan bahwa informasi yang tepat waktu, akurat, dan dapat diakses. Kegagalan dari sebuah program harus mendapat ‘sanksi’ .Masalah-masalah yang dihadapi oleh sebuah program harus didokumentasi, diakui dan ditangani. 5) Kapasitas (Kemampaun teknis yang mencukupi dalam pengumpulan data dan analisanya. Skill manajerial dalam penetapan tujuan strategis dan pengembangan organisasi .Adanya pengelolaan sistem informasi (MIS). Dukungan anggaran dan Pengalaman insitutional. 6). Insentif (Insentif perlu diperkenalkan untuk mendorong penggunaan informasi kinerja: Sukses diakui dan diberikan reward,Masalah yang ada ditangani ,Pembawa pesan tidak dihukum , Pembelajaran organisasi menjadi pertimbangan dan Penghematan anggaran dihargai ).
Untuk menjaga kelangsungan sistem P&E didalam organisasi maka ada beberapa hal yang harus dipahami yaitu : 1). agar sistem P&E berjalan dengan sukses maka harus dipastikan adanya Permintaan untuk peningkatan kapasitas tidak pernah berakhir. 2) Perlu adanya lembaga pengkoordinasi P&E, 3) Bangun pemahaman dengan DPRD bahwa sistem P&E membutuhkan sumber daya yang berkelanjutan. 4) Carilah setiap kesempatan untuk menghubungkan hasil  informasi hasil untuk anggaran dan keputusan mengalokasi sumber daya. 5) Mulailah dengan usaha-usaha rintisan untuk menunjukkan pemantauan berbasis hasil yang efektif: mulailah dengan strategi kantong (misalnya pulau inovasi) sebagai lawan dari pendekatan menyeluruh pemerintah. 6) Pantaulah kemajuan baik pelaksanaan dan capaian hasil.  dan 7) Lengkapi pemantauan performa dengan evaluasi untuk memastikan pemahaman yang lebih baik terhadap hasil publik sektor


Kesimpulan
Dari pembahasan di atas jelas bahwa M & E memiliki peran dan fungsi yang sangat penting. Terutama adalah untuk memastikan proses pelaksanaan kegiatan yang sedang berjalan benar-benar “on the track” sesuai tujuan proyek dan program.  Monitoring dapat disebut sebagai “on going evaluation,” yang dilakukan sementara kegiatan berlangsung untuk melakukan perbaikan “di tengah jalan” bila diperlukan. Sementara Evaluasi dimaksud adalah “terminate evaluation,” yang dilakukan pada akhir proyek untuk memastikan apakah pelaksanaan dan manfaat proyek sesuai tujuannya atau tidak.  Lalu, hasilnya dapat dijadikan sebagai masukan untuk perencanaan proyek/program berikutnya.

Daftar pustaka:
 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar