PENJELASAN COBIT & CONTOH KASUS
Control Objectives for
Information and related Technology (COBIT) adalah suatu panduan standar praktik
manajemen teknologi informasi yang dimana menjadi sekumpulan dokumentasi best
practices untuk IT governance yang dapat membantu auditor, manajemen dan user
untuk menjembatani gap antara risiko bisnis, kebutuhan kontrol dan
permasalahan-permasalahan teknis.
COBIT dikembangkan oleh IT
Governance Institute, yang merupakan bagian dari Information Systems Audit and
Control Association (ISACA). COBIT memberikan arahan ( guidelines ) yang
berorientasi pada bisnis, dan karena itu business process owners dan manajer,
termasuk juga auditor dan user, diharapkan dapat memanfaatkan guideline ini
dengan sebaik-baiknya. COBIT merupakan standar yang dinilai paling lengkap dan
menyeluruh sebagai framework IT audit karena dikembangkan secara berkelanjutan
oleh lembaga swadaya profesional auditor yang tersebar di hampir seluruh
negara. Dimana di setiap negara dibangun chapter yang dapat mengelola para
profesional tersebut.
Suatu perencanaan Audit Sistem
Informasi berbasis teknologi (audit TI) oleh Internal Auditor, dapat dimulai
dengan menentukan area-area yang relevan dan berisiko paling tinggi, melalui
analisa atas proses tersebut. Sementara untuk kebutuhan penugasan tertentu,
misalnya audit atas proyek TI, dapat dimulai dengan memilih proses yang relevan
dari proses-proses tersebut.
Lebih lanjut, auditor dapat
menggunakan Audit Guidelines sebagai tambahan materi untuk merancang prosedur
audit. Singkatnya, COBIT khususnya guidelines dapat dimodifikasi dengan mudah,
sesuai dengan industri, kondisi TI di Perusahaan atau organisasi Anda, atau
objek khusus di lingkungan TI. Selain dapat digunakan oleh Auditor, COBIT dapat
juga digunakan oleh manajemen sebagai jembatan antara risiko-risiko TI dengan
pengendalian yang dibutuhkan (IT risk management) dan juga referensi utama yang
sangat membantu dalam penerapan IT Governance di perusahaan.
COBIT mendukung tata kelola TI
dengan menyediakan kerangka kerja untuk mengatur keselarasan TI dengan bisnis.
Selain itu, kerangka kerja juga memastikan bahwa TI memungkinkan bisnis,
memaksimalkan keuntungan, resiko TI dikelola secara tepat, dan sumber daya TI
digunakan secara bertanggung jawab.
Dalam COBIT memiliki kerangka
sebagai arahan atau pedoman saat penerapannya, kerangka yang diterapkan sebagai
berikut:
a.
Control Objectives
Dalam kerangka ini terdiri atas 4
tujuan pengendalian tingkat-tinggi (high-level control objectives) yang terbagi
dalam 4 domain, yaitu : Planning & Organization , Acquisition &
Implementation , Delivery & Support , dan Monitoring & Evaluation. Dimana
setiap domain tersebut merupakan cara kerja yang paling digunakan atau membantu
dalam suatu perusahaan.
b.
Audit Guidelines
Kerangka ini berisi saran
perbaikan atau managament assurance untuk membantu para auditor, saran ini
berupa 318 tujuan tujuan pengendalian yang bersifat rinci (detailed control
objectives).
c.
Management Guidelines
Berisi arahan, baik secara umum
maupun spesifik, mengenai apa saja yang mesti dilakukan, terutama agar dapat
menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut :
- Sejauh mana TI harus bergerak atau digunakan, dan apakah biaya TI yang dikeluarkan sesuai dengan manfaat yang dihasilkannya.
- Apa saja indikator untuk suatu kinerja yang bagus.
- Apa saja faktor atau kondisi yang harus diciptakan agar dapat mencapai sukses ( critical success factors ).
- Apa saja risiko-risiko yang timbul, apabila kita tidak mencapai sasaran yang ditentukan.
- Bagaimana dengan perusahaan lainnya, apa yang mereka lakukan.
- Bagaimana mengukur keberhasilan dan bagaimana pula membandingkannya
Frame Work COBIT
COBIT dikeluarkan oleh IT
Governance Institute (ITGI). COBIT digunakan untuk menjalankan penentuan atas
IT dan meningkatkan pengontrolan IT. COBIT juga berisi tujuan pengendalian,
petunjuk audit, kinerja dan hasil metrik, faktor kesuksesan dan maturity model.
Resiko yang mungkin terjadi
dalam penerapan COBIT
Resiko adalah segala hal yang
mungkin berdampak pada kemampuan organisasi dalam mencapai tujuantujuannya.
Framework manajemen resiko TI dengan menggunakan COBIT (lihat gambar) terdiri
dari :
1.
Penetapan
Objektif
Kriteria informasi dari COBIT
dapat digunakan sebagai dasar dalam mendefinisikan objektif TI. Terdapat tujuh
kriteria informasi dari COBIT yaitu : effectiveness, efficiency,
confidentiality, integrity, availability, compliance, dan reliability.
a.
Effectiveness
Menitikberatkan pada sejauh mana
efektifitas informasi dikelola dari data-data yang diproses oleh sistem
informasi yang dibangun.
b.
Efficiency
Menitikberatkan pada sejauh mana
efisiensi investasi terhadap informasi yang diproses oleh sistem.
c.
Confidentiality
Menitikberatkan pada pengelolaan
kerahasiaan informasi secara hierarkis.
d.
Integrity
Menitikberatkan pada integritas
data/informasi dalam sistem.
e.
Availability
Menitikberatkan pada ketersediaan
data/informasi dalam sistem informasi.
f.
Compliance
Menitikberatkan pada kesesuaian
data/informasi dalam sistem informasi.
g.
Reliability
Menitikberatkan pada
kemampuan/ketangguhan sistem informasi dalam pengelolaan data/informasi.
2.
Identifikasi Resiko
Identifikasi resiko merupakan
proses untuk mengetahui resiko. Sumber resiko bisa berasal dari :
•
Manusia, proses dan teknologi
•
Internal (dari dalam perusahaan) dan eksternal(dari luar perusahaan)
•
Bencana (hazard), ketidakpastian (uncertainty) dan kesempatan
(opportunity).
Dari ketiga sumber resiko
tersebut dapat diketahui kejadian-kejadian yang dapat mengganggu perusahaan
dalam mencapai objektifnya (lihat tabel event diatas).
3.
Penilaian Resiko
Proses untuk menilai seberapa
sering resiko terjadi atau seberapa besar dampak dari resiko Dampak resiko
terhadap bisnis (business impact) bisa berupa : dampak terhadap financial,
menurunnya reputasi disebabkan sistem yang tidak aman, terhentinya operasi
bisnis, kegagalan aset yang dapat dinilai (sistem dan data), dan penundaan proses
pengambilan keputusan.
Sedangkan kecenderungan
(likelihood) terjadinya resiko dapat disebabkan oleh sifat alami dari bisnis,
struktur dan budaya organisasi, sifat alami dari sistem (tertutup atau terbuka,
teknologi baru dan lama), dan kendali-kendali yang ada. Proses penilaian resiko
bisa berupa resiko yang tidak dapat dipisahkan (inherent risks) dan sisa resiko
(residual risks).
4.
Respon Resiko
Untuk melakukan respon terhadap
resiko adalah dengan menerapkan kontrol objektif yang sesuai dalam melakukan
manajemen resiko. Jika sisa resiko masih melebihi resiko yang dapat diterima
(acceptable risks), maka diperlukan respon resiko tambahan. Proses-proses pada
framework COBIT (dari 34 Control Objectives) yang sesuai untuk manajemen resiko
adalah :
• PO1 (Define a Stretegic IT Plan)
dan PO9 (Assess and Manage Risks)
• AI6 (Manages Change)
• DS5 (Ensure System and Security)
dan DS11 (Manage Data)
• ME1 (Monitor and Evaluate IT
Performance)
5.
Monitor Resiko
Setiap langkah dimonitor untuk
menjamin bahwa resiko dan respon berjalan sepanjang waktu.
Terdapat 4 Domain pada COBIT:
Domain ini menitikberatkan pada proses perencanaan dan penyelarasan strategi TI dengan strategi perusahaan, mencakup masalah strategi, taktik dan identifikasi tentang bagaimana TI dapat memberikan kontribusi maksimal terhadap pencapaian tujuan bisnis organisasi sehingga terbentuk sebuah organisasi yang baik dengan infrastruktur teknologi yang baik pula.
b. Acquisition & Implementation.
Domain ini berkaitan dengan implementasi solusi IT dan integrasinya dalam proses bisnis organisasi untuk mewujudkan strategi TI, juga meliputi perubahan dan maintenance yang dibutuhkan sistem yang sedang berjalan untuk memastikan daur hidup sistem tersebut tetap terjaga.
c. Delivery & Support.
Domain ini mencakup proses pemenuhan layanan IT, keamanan sistem, kontinyuitas layanan, pelatihan dan pendidikan untuk pengguna, dan pemenuhan proses data yang sedang berjalan.
d. Monitoring and Evaluation.
Domain ini berfokus pada masalah kendali-kendali yang diterapkan dalam organisasi, pemeriksaan intern dan ekstern dan jaminan independent dari proses pemeriksaan yang dilakukan.
STUDI KASUS : Pentingnya
Sistem Pemantauan (monitoring) dan Evaluasi (evaluation) Berbasis Hasil
(outcomes) di Pemerintah Daerah (MONEV)
Ada beberapa alasan atau argumen
tentang pentingnya Pemantauan dan Evaluasi (Pemantauan & Evaluasi) di
pemerintah daerah. Alasan atau argumen itu antara lain :
a. P&E
dapat menyediakan informasi penting tentang kinerja sektor publik,
b. P&E
dapat menyediakan gambaran tentang status proyek, program atau kebijakan,
c. P&E
dapat mempromosikan kredibilitas dan kepercayaan publik dari pelaporan hasil
program,
d. P&E
dapat membantu memformulasikan dan menjustifikasi permintaan anggaran,
e. P&E
dapat mengidentifikasi potensi dari program yang menjanjikan,
f.
P&E dapat memfokuskan perhatian terhadap
pencapaian hasil yang penting untuk organisasi dan stakeholder.
g. P&E
dapat menyediakan secara rutin informasi untuk status dan kinerja pelaksanaan
program,
h. P&E
dapat membantu menginisiasikan pencapaian tujuan dan objektif,
i.
P&E dapat mendorong pengelola untuk
mengidentifikasi dan mengambil tindak dalam memperbaiki kekurangan dan
j.
P&E dapat mendukung agenda pembangunan
menuju kepada prinsp pelaksanaan akuntabilitas yang lebih baik.
Filosofi dasar yang membentuk
pentingnya P&E dipemerintah daerah
adalah konsep mengukur dan menilai. Suatu kinerja pemerintah daerah yang
tidak bisa diukur (teristimewa secara kuantitatif) akan memberikan banyak
pertanyaan dan kurang menyakinkan. memang ukuran ukuran secara numerik bukan
segalanya. Namun ketika kita mampu mendapatkan indikator dan data dari suatu
tujuan yang abstrak maka kita akan mampu menilai dimana posisi kita saat ini
dan bagaimana meningkatkan posisi dimasa depan.
Untuk pentingnya pengukuran dalam konteks P&E, maka dapat
direnungkan kata kata bijak dibawah ini :
·
If you do not measure results, you can not tell
success from failure,
·
If you can not see success, you can not reward
it,
·
If you can not reward success, you are probably
rewarding failure,
·
If you can not see success, you can not learn
from it,
·
If you can not recognize failure, you can not
correct it,
·
If you can demonstrate results, you can win public
support.
1. ME1
– Mengawasi dan mengevaluasi performansi TI.
Pemantauan berbasis hasil adalah
proses berkelanjutan dalam mengumpulkan dan menganalisa informasi untuk
membandingkan bagaimana kinerja proyek, program, atau kebijakan pada apa yang
diharapkan/direncanakan. Pemantauan sebagai suatu proses tentunya memiliki
beberapa tahapan yang harus dilalui.
Pemantauan suatu kegiatan /
proyek / program yang dilakukan oleh pemerintah daerah / SKPD / Satker, dapat
dilihat dari 5 tahapan yaitu : 1). Input, 2).activities , 3) output, 4)
outcomes, 5) goals (impact). Input mencakup aspek dana, manusia dan sumber daya
lainnya. Aktivitas menyangkut pelaksanaan proyek/program untuk menghasilkan
keluaran. Output menyangkut keluaran proyek /program. Outcomes menyangkut
dampak /efek antara pada pemanfaat (masyarakat atau stakeholders). Sedangkan
impact (goals) menyangkut peningkatan kesejahtraan masyarakat (bersifat jangka
panjang). Yang dimaksud dengan hasil adalah pada level 4 dan 5, yaitu pada
level outcomes dan impact/goals.
sedangkan yang dimaksud dengan implementasi yaitu pada level 1, 2 dan 3
(input, aktivitas dan output).
Sebagai contoh, pertama :
Pemantauan program /proyek tentang Oral Rehydration Therapy (ORT), maka jika
diaplikasikan pada 5 tahapan itu maka perumusan terhadap tiap tahapan adalah
1). Input (Dana, persediaan ORT, pelatif, dll), 2).activities (kampanye melalui
media untuk melatih / mendidik ibu dan tenaga kesehatan tentang ORT) , 3)
output (meningkatnya pengetahuan dan akses ibu pada ORT), 4) outcomes
(Meningkatnya ORT dalam upaya untuk mengatasi kasus Diare), 5) goals (impact)
(tingkat kematian dan kesakitan anak menurun).
2. ME2
– Mengevaluasi dan mengawasi kontrol internal
Baseline pada dasarnya
mencerminkan posisi nyata saat ini. Mengetahui dimana posisi kita saat ini,
yang dihubungkan dengan tujuan yang akan dicapai, akan sangat berguna untuk menentukan
langkah selanjutnya dimasa depan. Hal ini sesuai dengan pepatah lama yang
menyetakan “Jika Kita tidak tahu di mana kita berada, Kita akan mengalami
kesulitan menentukan di mana Kita pergi”. Posisi ini memberikan gambaran
tentang hal hal seperti ; Dimana posisi kesejahtraan masyarakat saat ini ?
Dimana posisi kemiskinan saat ini ? dan indikator indikator sektor publik
lainnya.
Untuk menentukan posisi saat ini
maka diperlukan data dan informasi yang berkenaan dengan posisi / indikator
yang akan diutarakan. Strategi dalam
mengumpulkan data dan melaporkan hasil temuan dapat menunjukkan bagaimana
kinerja sektor publik. Secara defenisi, sebuah baseline kinerja adalah
informasi (kuantitatif atau kualitatif) yang menyediakan data pada tahap
awal atau sebelum periode pemantauan. Di
mana baseline ini digunakan untuk: 1). Mempelajari tentang tingkat
terakhir/saat ini dan pola kinerja pada
indikator, dan 2) Sebagai pembanding untuk menaksir kinerja kebijakan, program dan
proyek selanjutnya.
Untuk membangun baseline kinerja
yang valid dan reliabel, maka data yang digunakan untuk menunjukkan posisi itu,
menjadi sesuatu yang sangat krusial. Sumber data yang valid dan reliabel
menjadi salah satu syarat valid dan reliabelnya baseline kinerja yang akan
dibuat. Pada dasarnya sumber data adalah siapa atau apa yang menyediakan data -
bukan metode pengumpulan data. Misalanya Apa jenis sumber data yang terkait
dengan indikator kinerja dalam hal
peningkatan keselamatan transportasi jalan raya?
Dalam membangun informasi
baseline maka untuk setiap indikator kinerja dibutuhkan minimal berisi tentang
informasi mengenai : sumber data, metode pengumpulan data, siapa yang melakukan
pengumpulan data, frekuensi dalam pengumpulan data, biaya dalam pengumpulan
data, tingkat kesulitan dalam pengumpulan data dan siapa yang menganalisis dan
melaporkan data yang dikumpulkan.
Untuk sumber data, bisa berasal
dari dua sumber utama yaitu : data primer, yaitu data yang dikumpulkan langsung
oleh organisasi anda, misalnya, melalui pengumpulan data reguler, survei,
observasi langsung, dan wawancara. Sedangkan data sekunder, adalah data yang
telah dikumpulkan oleh orang lain, awalnya untuk tujuan lain. Contohnya
termasuk data survei yang dikumpulkan oleh lembaga lain, Survei Demografi
Kesehatan, atau data dari pasar keuangan. Data sekunder sering dapat menghemat
uang dalam memperoleh data yang Anda butuhkan, tapi tetap hati-hati dalam
penggunaannya.
Untuk metode pengumpulan, sangat
bervariatif, mulai dari metode yang informal (kurang terstruktur) ke metode
yang formal (sangat terstruktur). Metode-metode tersebut adalah (diurut dari
yang paling informal/ kurang terstruktur sampai yang formal / terstruktur) : 1)
diskusi dengan individu terkait, 2) interview dengan komunitas, 3) kunjungan
lapangan, 4) data dari manajemen information system dan administrasi, 5)
interview informan kunci, 6) observasi pelaku, 7) FGD pelaku kunci, 8)
observasi langsung, 9) kuestionare, 10) survey cross section, 11) survey panel,
11) sensus, 12) eksperimen lapangan. Metode nomor 5 s/d 9 adalah metode yang
relatif semi informal dan semi formal (berada di tengah dua bentuk metode
pengumpulan data).
Beberapa karakteristik metode
pengumpulan data: 1) klasifikasi review of program record (biaya : rendah,
jumlah pelatihan yang dibutuhkan untuk pengumpul data: beberapa, waktu untuk
mengkompilasi data : tergantung pada jumlah data yang dibutuhkan, tingkat
respon : tinggi, jika catatan berisi data yang banyak). 2) klasifikasi
self-administered questionare (biaya : moderate, jumlah pelatihan yang
dibutuhkan untuk pengumpul data: tidak ada atau beberapa, waktu untuk
mengkompilasi data : moderate, tingkat respon : tergantung pada bagaimana data
didistribusikan). 3) klasifikasi interview (biaya : moderat sampai tinggi,
jumlah pelatihan yang dibutuhkan untuk pengumpul data: moderat sampai tinggi,
waktu untuk mengkompilasi data : moderate, tingkat respon :umumnya moderate
sampai tinggi). 4) klasifikasi review of program record (biaya : tergantung
pada ketersediaan dari pengamat yang berbiaya renah, jumlah pelatihan yang
dibutuhkan untuk pengumpul data: moderate sampai tinggi, waktu untuk
mengkompilasi data : pendek sampai moderat, tingkat respon : tinggi). Untuk
disain metode pengumpulan data, maka hal hal yang penting dilakukan adalah 1). Menentukan
bagaimana mendapatkan data yang dibutuhkan dari masing-masing sumber. 2)
menyiapkan instrumen pengumpulan data. 3) mengembangkan prosedur untuk
penggunaan instrumen pengumpulan data.
Aspek lain yang penting dalam
membangun baseline data untuk suatu indikator adalah aspek kepraktisan.
kepraktisan menyangkut apakah data yang terkait dengan indikator cukup praktis
untuk dimanfaatkan? . Untuk itu, maka indikator yang dapat digunakan adalah
apakah data untuk mengukur Kualitas saat ini tersedia?, apakah data dapat
diperoleh secara teratur dan tepat waktu? dan
untuk pengumpulan data primer, apakah pengumpulan data, layak dan
efektif dalam hal biaya (cost less)?.
Untuk mengembangkan baseline data
dalam suatu wilayah kebijakan maka diperlukan keakuratan atas keterkaitan
antara outcomes (hasil), indikator, dan baseline. Sebagai contoh : Outcomes
dirumuskan : akses anak usia sekolah pada program PAUD meningkat. Kemudian
dapat dibuatkan indikator : (1) % anak anak yang tinggal di perkotaan yang
memenuhi syarat terdaftar di pendidikan pra-sekolah (untuk baseline :75% anak
diperkotaan yang berumur 3-5 pada tahun 1999) . (2) % anak anak yang tinggal
dipedesaan yang memenuhi syarat terdaftar di pendidikan pra-sekolah (untuk
baseline : 40 % anak dipedesaan yang berumur 3-5 p-ada tahun 2000). Contoh
lainnya adalah : outcomes dirumuskan : hasil pembelajaran pada anak anak
sekolah dasar meningkat. Indikator : % penilaian pada siswa tingkat 6 sebesar
70% atau lebih pada ujian standart mata pelajaran matematika dan IPA. Sedangkan
baseline : (a) 75 % pada tahun 2002 mendapatkan nilai 70 % atau lebih baik di
bidang matematika, (b) 61 % pada tahun 2002 mendapat nilai 70 % atau lebih baik
di matapelajaran IPA. Dari kedua contoh diatas, dapat disimpulkan bahwa
baseline akan memudahkan pemerintah daerah atau SKPD dalam menentukan target
yang akan dicapai.
3. ME3
– Menjamin kesesuaian dengan kebutuhan eksternal.
Pada
dasarnya, pemilihan target hasil diturunkan dari baseline. Jangan membuat
target suatu indikator secara intuitif atau emosional sehingga menjadi tidak
objektif atau rasional. Menurut defenisi, target adalah tingkatan pada
indikator yang bisa dikuantifikasikan pada sebuah negara atau organisasi yang
ingin dicapai pada suatu titik waktu tertentu. Sebagai contoh; ekspor
pada sektor pertanian akan meningkat sebesar 20% dalam tiga tahun berikutnya di
atas baseline.
Untuk mengidentifikasi Tingkat Hasil yang
Diharapkan atau yang Diinginkan dari Proyek, Program atau Kebijakan, maka kita
membutuhkan Pemilihan Target Kinerja. Secara prinsip, rumus target kinerja adalah Target Kinerja
(Tingkat kinerja yang diinginkan untuk dicapai dalam waktu tertentu) = Tingkat Indikator Baseline + Tingkat
Kenaikan yang diinginkan (Mengasumsikan input, aktivitas dan keluaran pada tingkat terbatas dan diharapkan). Contoh
Sasaran Terkait Pembangunan
1. Tujuan: Kesejahteraan Ekonomi
Target Hasil: Menurunkan 20% proporsi orang
yang hidup dalam kemiskinan ekstrem pada tahun 2012 terhadap baseline
2. Tujuan: Pembangunan Sosial
Target
Hasil: Meningkatkan sebesar 20% angka partisipasi Pendidikan Menengah di Prop
Jawa Timur pada 2012 terhadap baseline
Target
Hasil: Menurunkan 20% kejadian tingkat hepatitis untuk bayi pada tahun 2012
terhadap baseline.
3. Tujuan: Keberlanjutan Lingkungan
Target
Hasil: Mengimplementasikan strategi nasional untuk pengelolaan hutan lestari
pada tahun 2012
Untuk mendapatkan target indikator kinerja yang baik, maka perencana
haruslah mempertimbangkan faktor-Faktor tertentu, ketika Memilih Target
Indikator. Faktor faktor itu antara lain : 1). Pemahaman yang jelas tentang
situasi pada baseline (c/: rata-rata 3 tahun terakhir, tahun lalu, tren
rata-rata, dll). 2) Pendanaan dan tingkat sumber daya personil yang diharapkan
selama periode sasaran. 3) Jumlah sumber daya dari luar diharapkan untuk melengkapi sumber daya
yang dimiliki oleh program. 4) Pertimbangan politik. dan 5).Kapasitas
kelembagaan.
Disamping
faktor-faktor tadi maka prinsip-prinsip dalam Pertimbangan dalam Menetapkan
Sasaran Indikator adalah : 1) Agar lebih terarah maka sebaiknya, hanya satu
target yang diinginkan untuk setiap indikator . 2) Jika indikator adalah
indikator baru (sebelumnya tidak digunakan) berhati-hatilah dalam setting target yang tegas (gunakan kisaran). 3) Kebanyakan
target tahunan yang ditetapkan, tetapi beberapa prakteknya bisa diatur
triwulan-an; yang lain nya ditetapkan untuk periode yang lebih lama (tidak
lebih dari 5 tahun). 4). Dibutuhkan waktu untuk mengamati efek dari perbaikan.
5). Target tidak harus dalam bentuk satu nilai numerik tunggal, bisa dalam
bentuk kisaran. 6). Pertimbangkan kinerja sebelumnya. 7). Memanfaatkan
informasi baseline . 8) Target harus layak, mempertimbangkan semua
sumber daya (input) yang tersedia.
Namun
kenyataan dilapangan, banyak perencana yang “bermain” untuk penetapan target.
Bentuk “permainan” ini adalah ketika perencana: 1) Menetapkan target yang
sederhana (mudah) sehingga mereka pasti akan dipenuhi. 2). menyesuaikan
target dengan kebutuhan untuk memenuhi
kinerja yang ingin dicapai. 3). Memilih target yang tidak sensitif secara politis. Konsekuensi
dari hal ini adalah target menjadi mudah dan kebanyakan bisa tercapai, tanpa
banyak mengeluarkan usaha, biaya dan waktu ekstra. Konsekuensinya adalah
tercapainya kondisi kinerja yang “fatamorgana”. Artinya, jika dilihat dari pencapaian
kinerja, tampaknya sangat bagus karena
100% tercapai, namun karena ukuran target mudah dan sederhana maka outcomes
(hasil) tidak bertumbuh atau berkembang dengan baik. Hal ini juga menunjukkan adanya “capacity
idle” dalam pencapaian kinerja hasil. Artinya : perencanaan yang dihasilkan
akan menggunakan sumberdaya ekonomi yang tidak berkerja dalam skala penuh dan
efisien. Contoh : baseline (75% anak di
perkotaan yang berumur 3-5 tahun pada tahun 1999) sedangkan target tahun 2006, perencana
hanya menerapkan 80% anak di perkotaan
berumur 3-5 tahun pada tahun 2006). Atau
baseline : 40% anak di pedesaan yang berumur 3-5 tahun pada tahun 2000,
sedangkan targetnya hanya 45 % anak di perdesaan berumur 3-5 tahun pada tahun
2006. Namun contoh ini tidak absolut, bisa saja kemampuan daerah hanya
seperti itu, atau itulah yang maksimum bisa dicapai. Namun contoh yang
diajukan, ingin menunjukkan salah satu bentuk penetapan pertumbuhan yang mudah
(kecil).
4. ME4
– Menyediakan IT Governance.
Untuk
menjaga kelangsungan sistem P&E didalam organisasi maka diperlukan
identifikasi komponen atau faktor faktor yang penting bagi kelangsungan sistem
P&E. Komponen Penting dalam Sistem Pemantauan & Evaluasi yaitu 1) Permintaan (Struktur pelaporan yang
jelas, Hasil dari sistem P&E tersedia bagi pemerintah, masyarakat sipil dan
untuk donor , Terhubungkan dengan perencanaan dan penganggaran, Kesadaran
pemerintah/pengelola program akan arti penting informasi ini dan Bentuk
pertanggunggjawaban pemerintah kepada masyarakat.) 2) Pembagian tugas dan tanggung jawab yang jelas (Menetapkan jalur
organisasi otoritas formal (yang jelas) untuk mengumpulkan, menganalisis, dan
pelaporan informasi kinerja,Menerbitkan panduan yang jelas tentang siapa yang
bertanggung jawab terhadap sistem komponen dan prosedur P&E , Membangun
sebuah sistem yang terintegrasi antar unit dalam satu level maupun antar
tingkatan pemerintah untuk pengumpulan data dan analisis dan Membangun sistem
permintaan untuk hasil informasi pada setiap tingkat dimana informasi
dikumpulkan dan dianalisa.) 3) .Informasi
yang kredibel dan bermanfaat (Sistem harus mampu memproduksi hasil
informasi yang memberikan informasi –baik atau buruk– dan potensi
penjelasannya. Pembuat dan penghasil informasi harus dilindungi dari tindakan
balasan politik. Informasi yang dihasilkan sistem P&E harus transparan dan
tunduk pada verifikasi independen . Pengumpulan data dan prosedur analisis
harus dapat divalidasi oleh kantor pemeriksa dan/atau lembaga legislatif.
4) Akuntabilitas
(Organisasi masyarakat sipil memainkan peran dengan mendorong transparansi
informasi.Media, sektor swasta, dan parlemen semua memiliki peran untuk
memastikan bahwa informasi yang tepat waktu, akurat, dan dapat diakses.
Kegagalan dari sebuah program harus mendapat ‘sanksi’ .Masalah-masalah yang
dihadapi oleh sebuah program harus didokumentasi, diakui dan ditangani. 5) Kapasitas (Kemampaun teknis yang
mencukupi dalam pengumpulan data dan analisanya. Skill manajerial dalam
penetapan tujuan strategis dan pengembangan organisasi .Adanya pengelolaan
sistem informasi (MIS). Dukungan anggaran dan Pengalaman insitutional. 6). Insentif (Insentif perlu diperkenalkan
untuk mendorong penggunaan informasi kinerja: Sukses diakui dan diberikan reward,Masalah
yang ada ditangani ,Pembawa pesan tidak dihukum , Pembelajaran organisasi
menjadi pertimbangan dan Penghematan anggaran dihargai ).
Untuk
menjaga kelangsungan sistem P&E didalam organisasi maka ada beberapa hal
yang harus dipahami yaitu : 1). agar sistem P&E berjalan dengan sukses maka
harus dipastikan adanya Permintaan untuk peningkatan kapasitas tidak pernah
berakhir. 2) Perlu adanya lembaga pengkoordinasi P&E, 3) Bangun pemahaman
dengan DPRD bahwa sistem P&E membutuhkan sumber daya yang berkelanjutan. 4)
Carilah setiap kesempatan untuk menghubungkan hasil informasi hasil untuk anggaran dan keputusan
mengalokasi sumber daya. 5) Mulailah dengan usaha-usaha rintisan untuk
menunjukkan pemantauan berbasis hasil yang efektif: mulailah dengan strategi
kantong (misalnya pulau inovasi) sebagai lawan dari pendekatan menyeluruh
pemerintah. 6) Pantaulah kemajuan baik pelaksanaan dan capaian hasil. dan 7) Lengkapi pemantauan performa dengan
evaluasi untuk memastikan pemahaman yang lebih baik terhadap hasil publik
sektor
Kesimpulan
Dari pembahasan di atas jelas
bahwa M & E memiliki peran dan fungsi yang sangat penting. Terutama adalah
untuk memastikan proses pelaksanaan kegiatan yang sedang berjalan benar-benar
“on the track” sesuai tujuan proyek dan program. Monitoring dapat disebut
sebagai “on going evaluation,” yang dilakukan sementara kegiatan
berlangsung untuk melakukan perbaikan “di tengah jalan” bila diperlukan.
Sementara Evaluasi dimaksud adalah “terminate evaluation,” yang
dilakukan pada akhir proyek untuk memastikan apakah pelaksanaan dan manfaat
proyek sesuai tujuannya atau tidak. Lalu, hasilnya dapat dijadikan
sebagai masukan untuk perencanaan proyek/program berikutnya.
Daftar pustaka:
http://joubertbarensmaramis.blogspot.co.id/2013/03/pentingnya-sistem-pemantauan-monitoring_3639.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar